KUA Kalasan Bekerjasama dengan KKN UIN Sunan Kalijaga Selenggarakan Sosialisasi Dampak Negatif Pernikahan Dini
Oleh: Eko Mardiono, S.Ag., MSI.
Alhamdulillah, Eko Mardiono (Kepala KUA Kecamatan Kalasan) telah berhasil mengisi materi Sosialisasi Dampak Negatif Pernikahan Dini pada Kamis, 21 Agustus 2014 di dusun Kenaji, Tamanmartani, Kalasan, Sleman. Padahal, sekarang ini Eko Mardiono sedang sakit dan sedang dalam proses penyembuhan diri. Dengan demikian, alhamdulillah Kantor Urusan Agama Kecamatan Kalasan telah berhasil menyelenggarakan Sosialisasi Dampak Negatif Pernikahan Dini. Kegiatan inipun dilaksanakan bekerjasama dengan mahaisiswa KKN UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta di dusun Kenaji, Tamanmartani, Kalasan, Sleman. Dalam kegiatan ini juga disampaikan tentang akibat negatif penyalahgunaan narkoba bagi masysrakat. Kajian tentang narkoba ini disampaikan oleh Kepolisian Sektor Kalasan Kabupaten Sleman. Kegiaatan ini terlaksana secara komprehensif dan aplikatif. Kegaitan inipun sangatlah ideal karena meruapakan kegiatan gabungan antara KUA, Polsek, dan mahasiswa KKN UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Pernikahan dini pada akhir-akhir ini mencuat kembali. Padahal, salah satu latarbelakang kelahiran Undang-undang Perkawinan adalah untuk merespon dampak negatif dari perkawinan tersebut. Undang-undang Perkawinan pun dijadikan sebagai alat rekayasa sosial walaupun ketentuan-ketentuannya tidak dapat begitu saja terlepas dari kompromi pada saat itu. Sekarang ini, ada sebuah penemuan mutakhir bahwa seorang wanita yang beraktifitas seksual di bawah umur 18 tahun beresiko tinggi terkena kanker serviks (kanker leher rahim). Tinjauan psikologis dan sosiologis pun tidak mendukung pernikahan dini tersebut. Lantas, bagaimana dengan Undang-undang Perkawinan di Indonesia yang memberi peluang pernikahan seorang wanita di bawah umur 18 tahun? Tulisan dalam media online KUA Kalasan ini akan mencoba untuk mengurainya.
Pernikahan dini pada akhir-akhir ini mencuat kembali. Padahal, salah satu latarbelakang kelahiran Undang-undang Perkawinan adalah untuk merespon dampak negatif dari perkawinan tersebut. Undang-undang Perkawinan pun dijadikan sebagai alat rekayasa sosial walaupun ketentuan-ketentuannya tidak dapat begitu saja terlepas dari kompromi pada saat itu. Sekarang ini, ada sebuah penemuan mutakhir bahwa seorang wanita yang beraktifitas seksual di bawah umur 18 tahun beresiko tinggi terkena kanker serviks (kanker leher rahim). Tinjauan psikologis dan sosiologis pun tidak mendukung pernikahan dini tersebut. Lantas, bagaimana dengan Undang-undang Perkawinan di Indonesia yang memberi peluang pernikahan seorang wanita di bawah umur 18 tahun? Tulisan dalam media online KUA Kalasan ini akan mencoba untuk mengurainya.