Header Ads

Situs Cagar Budaya Makam Mbah Priuk

Oleh: Eko Mardiono
Tanjung Priok berdarah lagi. Pada hari Rabu, 14 April 2010 telah terjadi bentrokan antara Polisi Pamong Praja Pemda Provinsi DKI Jakarta di satu pihak dengan ahli waris mbah Priuk dan warga masyarakat di lain pihak. Bentrokan ini terjadi begitu dahsyat, sehingga menimbulkan banyak korban. Tidak hanya korban luka berat dan ringan, tetapi sampai mengakibatkan tiga korban tewas. Mengapa peristiwa memilukan itu sampai terjadi? Hal apa yang menyebabkan masing-masing pihak bersikeras untuk mempertahankan diri dan/atau menyerang pihak lain? Memang di dalamnya terdapat banyak kepentingan. Ada kepentingan ekonomi, bisnis, relokasi area pelabuhan Tanjung Priok, sampai ke pelestarian makam mbah Priuk. Lantas, siapa sebenarnya mbah Priuk itu?


Mbah Priuk adalah seorang ulama besar pertama yang menyebarkan agama Islam di daerah Jakarta utara dan sekitarnya. Beliau mempunyai nama lengkap Habib Hasan bin Muhammad al-Haddad. Jasa-jasanya begitu besar dalam pengembangan syiar Islam di daerah tersebut. Oleh warga masyarakat, beliau diposisikan sebagai tokoh agama terkemuka. Nama daerah Tanjung Priok pun diambilkan dari perjalanan kisah hidupnya. Beliau meninggal dunia pada tahun 1756 M akibat kapal layarnya tenggelam terkena badai laut. Saat dikebumikan, makamnya ditandai bunga Tanjung dan periuk nasi sebagai batu nisannya. Dari batu nisan inilah di kemudian hari, bahkan sampai sekarang, daerah tersebut dikenal dengan nama Tanjung Priok. Sebuah nama daerah yang masyhur sampai ke mancanegara karena di dalamnya terdapat sebuah pelabuhan besar, yaitu pelabuhan Tanjung Priok.

Begitu istimewakah makam mbah Priuk bagi jamaah dan warga masyarakat, sehingga dipertahankan sedemikian rupa sehingga menimbulkan banyak korban? Memang, bagi mereka keberadaannya sangatlah penting. Ada beberapa hal yang menjadikannya demikian. Pertama, makam mbah Priuk merupakan simbol untuk mengenang dan menghormati perjuangan dan jasa besar seorang tokoh ulama dalam penyebaran agama Islam pada abad ke-18. Apabila makam mbah Priuk tersebut tergusur, maka simbol kebanggaan dan monumen bersejarah itu akan menjadi hilang musnah.

Kedua, dari masa ke masa, ternyata banyak jamaah yang mengujungi makam mbah Priuk tersebut. Bahkan, di kalangan mereka sudah terbentuk majlis zikir. Sebagian dari mereka pun ada yang menganggapnya keramat. Sehingga, bagi mereka keberadaannya tidak boleh diusik oleh siapa pun. Ketiga, di kompleks makam tersebut telah dikebumikan beberapa jenazah keluarga besar mbah Priuk sendiri. Oleh sebab itu, para ahli warisnya pun berkepentingan untuk tetap menjaga keberadaan makam para leluhurnya itu. Keempat, ada keinginan banyak kalangan agar kompleks makam bersejarah tersebut dimasukkan ke dalam situs cagar budaya. Sebuah situs hasil budaya bangsa yang harus dilestarikan eksistensinya. Itu pun dikehendaki harus dikukuhkan dengan Surat Keputusan Gubernur.

Hal-hal inilah yang tampaknya menjadikan ahli waris mbah Priuk dan warga masyarakat begitu mempertahankan keberadaan makam ulama besar tersebut. Walaupun sebenarnya saat terjadinya bentrok berdarah itu tersebar informasi di masyarakat yang tidak benar. Kala itu, tersebar issu bahwa makam mbah Priuk akan digusur, padahal sebetulnya tidaklah demikian. Yang akan ditertibkan oleh aparat Pemerintah hanyalah bangunan-bangunan liar yang berada di sekitar kompleks makam supaya relokasi pelabuhan Tanjung Priuk secara menyeluruh memenuhi standar internasional.

Terlepas dari semua itu, yang pasti cara-cara kekerasan oleh siapa pun tidak akan menyelesaikan masalah. Justru bisa kontraproduktif, apalagi jika permasalahan itu terkait erat dengan rasa keberagamaan umat. Ada sebuah peristiwa yang diabadikan dalam Alquran surat al-Baqarah (2) ayat 248. Menurut ayat Alquran ini, ada sebuah barang yang memang dijadikan sebagai simbol kebanggaan dan penghormatan suatu bangsa, dalam hal ini bangsa Israel. Barang itu bernama at-Tâbût. Ia berupa sebuah peti. Ia merupakan peninggalan keluarga nabi Musa dan keluarga nabi Harun. Isinya adalah lauh (papan) yang berisikan sepuluh ayat (The Ten Commandements) dan tongkat nabi Musa as serta beberapa pakaian leluhur mereka (Quraish Shihab, 2000: I/497).

Kisah yang diabadikan oleh ayat Alquran di atas memberikan informasi tentang pentingnya memelihara peninggalan sejarah, apalagi peninggalan yang dapat melahirkan rasa tenang dan dorongan berbakti kepada masyarakat, agama, bangsa, dan negara, khususnya peninggalan para nabi, pahlawan, atau penyebar agama. Ini karena manfaat yang diperoleh dari peninggalan sejarah itu dapat memberi pengaruh positif dalam benak dan jiwa para anak bangsa. Hal itu terlihat dalam ayat Alquran sebagaimana tersebut di atas yang mengakui secara tegas bahwa peninggalan keluarga nabi Musa dan Harun as, yakni peninggalan at-Tâbût yang dipelihara secara baik oleh keturunan mereka, menimbulkan sakînah, yakni menimbulkan ketenangan batin bagi mereka.

Salah satu kesepakatan dalam mediasi antara ahli waris mbah Priuk, PT Pelindo II, Pemda Provinsi DKI Jakarta, dan tokoh agama serta kelembagaan ke-Islaman adalah akan dijadikannya makam mbah Priuk sebagai situs cagar budaya yang akan dijaga kelestariannya. Jelas, kebijakan ini selaras dengan kisah yang diabadikan ayat Alquran di atas dan aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Namun demikian, tentunya ada sementara pihak yang mengkhawatirkan akan terjadinya praktik perbuatan syirik. Sebuah perbuatan yang mengkeramatkan sekaligus mengkultuskan seseorang, mbah Priuk. Di sinilah sebetulnya letak peran dari para ulama dan tokoh agama, jangan sampai masyarakat berbuat syirik yang apabila dilakukan sampai akhir hayatnya tidak akan mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Di satu sisi, dengan peninggalan sejarah, umat diharapkan mampu mengenang dan menghormati jasa-jasa perjuangan para pendahulunya, tetapi di lain sisi mereka tidak terjerumus dalam lembah kesesatan. Semoga bermanfaat.

Diberdayakan oleh Blogger.