Merapi Meletus, Umat Wajib Ikuti Instruksi BPPTK
Oleh: Eko Mardiono
Letusan Merapi yang terjadi Selasa petang itu mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Kenapa hal itu sampai terjadi? Bukankah erupsi Merapi telah terjadi secara periodik, sehingga dapat dikenali gejalanya, dan ditentukan langkah antisipasinya?
Sebetulnya BPPTK (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian) Yogyakarta sudah memberikan langkah-langkah antisipasi. BPPTK telah memberikan tahapan-tahapan status Merapi dengan berbagai konsekuensinya. Secara bertahap, BPPTK telah menetapkan status Merapi, mulai dari waspada, siaga, sampai awas. Ketika Merapi berstatus awas pun, BPPTK telah menginstruksikan agar penduduk yang bertempat tinggal dalam radius 10 km dari puncak Merapi agar mengungsi. Bahkan, pada Selasa 26 Oktober itu, BPPTK telah memerintahkan agar semuanya telah dievakuasi paling lambat pukul 15.00 WIB. Tetapi, apa yang terjadi? Ternyata, masih banyak warga yang belum memasuki barak pengungsiannya. Akhirnya, kita pun menjadi berduka karena banyaknya jatuh korban.
Banyak penyebab, kenapa mereka tidak segera memasuki barak pengungsian. Di antaranya, mereka harus tetap bekerja untuk menyambung hidup. Mereka harus mencarikan dan memberi makan hewan ternak yang mereka pelihara. Mereka juga harus mengamankan rumah beserta harta bendanya. Di samping itu, mereka juga mempercayai adanya firasat batin dan pasrah pada takdir Tuhan. Sebagian mereka pun sangat percaya, pasti akan ada firasat batin jika akan terjadi mara bahaya dan semuanya akan kembali kepada takdir-Nya. Padahal sebenarnya suatu firasat batin dan takdir Tuhan tidak terlepas dari gejala alam semesta. Bagaimana agama memandang persoalan-persoalan tersebut?
B. Pengejawantahan Ajaran Agama
M. Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Quran (2000) menegaskan bahwa Islam memerintahkan kepada umatnya agar senantiasa memperhatikan gejala alam sebagai sumber ilmu demi kemaslahatan umat manusia di muka bumi. Banyak ayat-ayat Alquran yang mendukung hal itu. Misalnya, Alquran Surat Yunus ayat 101 memerintahkan, “Perhatikanlah apa yang terdapat di langit dan di bumi....” Al-Ghasyiyah ayat 17-20 juga menegaskan, “Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan, bagaimana langit ditinggikan, bagaimana gunung ditancapkan, dan bagaimana bumi dihamparkan.” Selain itu, Islam memang juga mengenal sumber ilmu yang berasal dari firasat dan intuisi, yang dapat diraih melalui penyucian hati (Q.S. al-A’raf (7): 146). Sudah barang tentu, ilmu-ilmu yang berasal dari berbagai sumber tersebut saling melengkapi dan menyempurnakan. Bukan jutru saling bertentangan.
Ilmu yang berasal dari jagat alam raya, firasat, dan intuisi itupun dapat diperoleh melalui pendengaran, pengamatan, penalaran, dan ketulusan hati. Alquran Surat an-Nahl ayat 78 menerangkan, “....dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur (dengan menggunakannya sesuai dengan petunjuk Ilahi untuk memperoleh pengetahuan).” Trial and error (uji coba), pengamatan, percobaan, dan tes-tes kemungkinan (probability) adalah cara-cara yang digunakan oleh para ilmuwan untuk meraih ilmu pengetahuan.
Berdasarkan beberapa ayat Alquran di atas, maka dapat dinyatakan bahwa penyelidikan dan pengembangan teknologi kegunungapian yang dilakukan oleh BPPTK sejatinya adalah selaras dengan perintah agama. Ia merupakan pengejawantahan dari ajaran agama itu. BPPTK dalam menetapkan status Merapi pasti berdasarkan beberapa parameter. Balai ini pun sebelumnya pasti sudah melakukan pengamatan dan pengkajian, baik dengan cara visual ataupun berdasarkan data seismograf. BPPTK pasti telah mengamati kejadian gempa vulkanik dalam (VA), gempa vulkanik dangkal (VB), gempa pase banyak (MP), dan guguran material lava serta pertumbuhan dan sudut deformasi. Kejadian-kejadian seputar Merapi tersebut adalah gejala alam yang termasuk diperintahkan oleh agama agar senantiasa dipelajari untuk kemaslahatan umat manusia itu sendiri.
Dengan demikian, hasil pengamatan dan pengkajian BPPTK merupakan bagian dari takdir Tuhan. Takdir secara bahasa berarti ukuran. Takdir Tuhan tersebut berjalan sesuai dengan sunnatullah (hukum-hukum alam yang ditetapkan Allah). Hukum-hukum alam itu pun tidak akan pernah berubah (Q.S. al-Ahzab (33):62). Hukum-hukum alam tersebut memiliki beberapa karakteristik. Pertama, segala sesuatu di alam raya ini memiliki ciri dan hukum-hukumnya (Q.S. al-Ra’du (13): 8). Kedua, semua yang ada di alam raya tersebut tunduk kepada-Nya (Q.S. al-Ra’du (13): 15). Dan ketiga, benda-benda alam tidak mampu memilih, sepenuhnya tunduk kepada hukum-hukum-Nya (Q.S. Fushshilat (41): 11. Berdasarkan beberapa karakteristik tersebut, maka hukum-hukum alam pun bersifat pasti. Demikian juga halnya dengan hukum-hukum alam yang berlaku pada Merapi. Merapi juga mempunyai gejala alam spesifik yang dapat dikenali dan dipelajari. Dalam ranah inilah sebenarnya misi yang diemban oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK).
C. Penutup
Dengan demikian, pengamatan dan pengkajian tentang Merapi yang dilakukan oleh BPPTK adalah selaras dengan ajaran agama. Agama memerintahkan umat manusia agar memperhatikan gejala alam untuk kemaslahatannya. Oleh karena itu, melaksanakan instruksi yang diberikan oleh BPPTK hukumnya adalah wajib. Melaksanakannya pun merupakan bagian dari pengamalan ajaran agama dan sebagai salah satu bentuk ketaatan kepada-Nya. Semoga bermanfaat.
A. Pendahuluan
Selasa, 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB Merapi meletus. Letusan ini pun diikuti beberapa letusan berikutnya. Letusan tersebut menjadikan Merapi memasuki tahap erupsi, yang belum dapat diprediksi sampai kapan erupsi tersebut berlangsung. Dari satu masa erupsi ke masa erupsi lainnya, Merapi memang selalu menunjukkan gejala yang berbeda. Oleh karenanya, gejala erupsi tahun-tahun sebelumnya tidak dapat dijadikan sebagai acuan secara persis. Walau demikian, gejala erupsi Merapi tahun 2010 ini pun dapat dipelajari oleh ahlinya.
Letusan Merapi yang terjadi Selasa petang itu mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Kenapa hal itu sampai terjadi? Bukankah erupsi Merapi telah terjadi secara periodik, sehingga dapat dikenali gejalanya, dan ditentukan langkah antisipasinya?
Sebetulnya BPPTK (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian) Yogyakarta sudah memberikan langkah-langkah antisipasi. BPPTK telah memberikan tahapan-tahapan status Merapi dengan berbagai konsekuensinya. Secara bertahap, BPPTK telah menetapkan status Merapi, mulai dari waspada, siaga, sampai awas. Ketika Merapi berstatus awas pun, BPPTK telah menginstruksikan agar penduduk yang bertempat tinggal dalam radius 10 km dari puncak Merapi agar mengungsi. Bahkan, pada Selasa 26 Oktober itu, BPPTK telah memerintahkan agar semuanya telah dievakuasi paling lambat pukul 15.00 WIB. Tetapi, apa yang terjadi? Ternyata, masih banyak warga yang belum memasuki barak pengungsiannya. Akhirnya, kita pun menjadi berduka karena banyaknya jatuh korban.
Banyak penyebab, kenapa mereka tidak segera memasuki barak pengungsian. Di antaranya, mereka harus tetap bekerja untuk menyambung hidup. Mereka harus mencarikan dan memberi makan hewan ternak yang mereka pelihara. Mereka juga harus mengamankan rumah beserta harta bendanya. Di samping itu, mereka juga mempercayai adanya firasat batin dan pasrah pada takdir Tuhan. Sebagian mereka pun sangat percaya, pasti akan ada firasat batin jika akan terjadi mara bahaya dan semuanya akan kembali kepada takdir-Nya. Padahal sebenarnya suatu firasat batin dan takdir Tuhan tidak terlepas dari gejala alam semesta. Bagaimana agama memandang persoalan-persoalan tersebut?
B. Pengejawantahan Ajaran Agama
M. Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Quran (2000) menegaskan bahwa Islam memerintahkan kepada umatnya agar senantiasa memperhatikan gejala alam sebagai sumber ilmu demi kemaslahatan umat manusia di muka bumi. Banyak ayat-ayat Alquran yang mendukung hal itu. Misalnya, Alquran Surat Yunus ayat 101 memerintahkan, “Perhatikanlah apa yang terdapat di langit dan di bumi....” Al-Ghasyiyah ayat 17-20 juga menegaskan, “Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan, bagaimana langit ditinggikan, bagaimana gunung ditancapkan, dan bagaimana bumi dihamparkan.” Selain itu, Islam memang juga mengenal sumber ilmu yang berasal dari firasat dan intuisi, yang dapat diraih melalui penyucian hati (Q.S. al-A’raf (7): 146). Sudah barang tentu, ilmu-ilmu yang berasal dari berbagai sumber tersebut saling melengkapi dan menyempurnakan. Bukan jutru saling bertentangan.
Ilmu yang berasal dari jagat alam raya, firasat, dan intuisi itupun dapat diperoleh melalui pendengaran, pengamatan, penalaran, dan ketulusan hati. Alquran Surat an-Nahl ayat 78 menerangkan, “....dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur (dengan menggunakannya sesuai dengan petunjuk Ilahi untuk memperoleh pengetahuan).” Trial and error (uji coba), pengamatan, percobaan, dan tes-tes kemungkinan (probability) adalah cara-cara yang digunakan oleh para ilmuwan untuk meraih ilmu pengetahuan.
Berdasarkan beberapa ayat Alquran di atas, maka dapat dinyatakan bahwa penyelidikan dan pengembangan teknologi kegunungapian yang dilakukan oleh BPPTK sejatinya adalah selaras dengan perintah agama. Ia merupakan pengejawantahan dari ajaran agama itu. BPPTK dalam menetapkan status Merapi pasti berdasarkan beberapa parameter. Balai ini pun sebelumnya pasti sudah melakukan pengamatan dan pengkajian, baik dengan cara visual ataupun berdasarkan data seismograf. BPPTK pasti telah mengamati kejadian gempa vulkanik dalam (VA), gempa vulkanik dangkal (VB), gempa pase banyak (MP), dan guguran material lava serta pertumbuhan dan sudut deformasi. Kejadian-kejadian seputar Merapi tersebut adalah gejala alam yang termasuk diperintahkan oleh agama agar senantiasa dipelajari untuk kemaslahatan umat manusia itu sendiri.
Dengan demikian, hasil pengamatan dan pengkajian BPPTK merupakan bagian dari takdir Tuhan. Takdir secara bahasa berarti ukuran. Takdir Tuhan tersebut berjalan sesuai dengan sunnatullah (hukum-hukum alam yang ditetapkan Allah). Hukum-hukum alam itu pun tidak akan pernah berubah (Q.S. al-Ahzab (33):62). Hukum-hukum alam tersebut memiliki beberapa karakteristik. Pertama, segala sesuatu di alam raya ini memiliki ciri dan hukum-hukumnya (Q.S. al-Ra’du (13): 8). Kedua, semua yang ada di alam raya tersebut tunduk kepada-Nya (Q.S. al-Ra’du (13): 15). Dan ketiga, benda-benda alam tidak mampu memilih, sepenuhnya tunduk kepada hukum-hukum-Nya (Q.S. Fushshilat (41): 11. Berdasarkan beberapa karakteristik tersebut, maka hukum-hukum alam pun bersifat pasti. Demikian juga halnya dengan hukum-hukum alam yang berlaku pada Merapi. Merapi juga mempunyai gejala alam spesifik yang dapat dikenali dan dipelajari. Dalam ranah inilah sebenarnya misi yang diemban oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK).
C. Penutup
Dengan demikian, pengamatan dan pengkajian tentang Merapi yang dilakukan oleh BPPTK adalah selaras dengan ajaran agama. Agama memerintahkan umat manusia agar memperhatikan gejala alam untuk kemaslahatannya. Oleh karena itu, melaksanakan instruksi yang diberikan oleh BPPTK hukumnya adalah wajib. Melaksanakannya pun merupakan bagian dari pengamalan ajaran agama dan sebagai salah satu bentuk ketaatan kepada-Nya. Semoga bermanfaat.