Pernikahan Dini; tragedi atau gaya hidup modern?
Bertempat di Aula BAPPEDA Kabupaten Sleman, Rabu 26/10/2016, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sleman menyelenggarakan Workshop dengan tema "Pernikahan dini dan perceraian (dini); tragedi sosial atau gaya hidup modern?"
Peserta yang dihadirkan meliputi unsur Kepala KUA dan Kabag Kesmas Kecamatan se Kabupaten Sleman, serta unsur pendidikan baik Madrasah/Kemenag maupun sekolah yang ad dibawah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (DIKPORA) Kabupaten Sleman.
Keegiatan diawali pemaparan data pernikahan yang dihimpun oleh DUKCAPIL yang sumbernya dari KUA se Kabupaten Sleman sejak tahun 2012. Dalam paparann pengantarnya, Ibu Maya, selaku moderator dan wakil dari dinas Dukcapil menunjukkan bahwa ada trend pernikahan dibawah umur cenderung meningkat. Melalui basis data pernikahan umur tunggal per desa, beliau meyakinkan bahwa data yang diperoleh lebih valid, bahkan bisa dilacak by name by address, beserta latar belakang sosial ekonominya. Kondisi inilah yang melatar belakangi diselenggarakannya workshop ini.
Keegiatan diawali pemaparan data pernikahan yang dihimpun oleh DUKCAPIL yang sumbernya dari KUA se Kabupaten Sleman sejak tahun 2012. Dalam paparann pengantarnya, Ibu Maya, selaku moderator dan wakil dari dinas Dukcapil menunjukkan bahwa ada trend pernikahan dibawah umur cenderung meningkat. Melalui basis data pernikahan umur tunggal per desa, beliau meyakinkan bahwa data yang diperoleh lebih valid, bahkan bisa dilacak by name by address, beserta latar belakang sosial ekonominya. Kondisi inilah yang melatar belakangi diselenggarakannya workshop ini.
Selanjutnya, Ketua Pengadilan Agama Sleman, Dr. Ahmad Mujahidin, SH. MH selaku pemateri pertama dengan makalah berjudul Dispensasi Kawin dalam Teks dan Konteks, membenarkan data dari dukcapil dan menguatkannya dengan data permohonan Dispensasi Kawin yang pada tahun 2015 mencapai 132 permohonan dari 109 permohonan pada tahun 2014. Sedang untuk tahun 2016, hingga bulan september 2016 sudah mencapai 79 permohonan. Dari jumlah permohonan tersebut, sebab dominannya adalah terjadinya kehamilan sebelum nikah yang mencapai 72 persen, dengan perincian 67 persen dalam keadaan hamil dan 5 persen sudah sampai melahirkan. Selebihnya dapat disebut lebih disebabkan kehati-hatian orang tua untuk menjaga agar anaknya tidak terjerumus kedalam perbuatan zina.
Selanjutnya pemateri kedua, Prof. Dr. Susetiawan, memotret persoalan perkawinan dini ini melalui perspektif sosiologis. Dengan materi berjudul " Pernikahan di bawah umur; tragedi sosial atau gaya hidup? beliau mengupas persoalan dengan berangkat dari terminologi kawin dan nikah, Menurut beliau, dalam masyarakat barat, kawin dalam pengertian hubungan biologis antara pria dan wanita merupakan sesuatu yang alamiah/natural. Sebatas tidak merugikan pihak lain maka itu dianggap sebagai hal yang biasa. oleh karena itu di barat fenomona hubungan tersebut banyak dilakukan hanya. Bahkan mereka lebih cenderung membatasi adanya pernikahan yang berimplikasi terbangunnya keluarga dengan ada ayah, istri dan anak. Dalam kelakarnya, orang barat lebih suka menggendong anjing daripada menggendong anak. karenanya di barat terjadi zero grouwth populations.
Sementara, masyarakat Indonesia memandang pernikahan merupakan institusi yang hidup di masyarakat, sehingga apabila terjadi hubungan yang tidak "resmi" merupakan problem sosial dan mendapat stigma negatif di masyarakat. Dalam konteks inilah akhirnya orang kemudian mengurus ijin Dispensasi Nikah sehingga muncul data sebagaimana dipaparkan dari dukcapil maupun Pengadilan Agama. Dalam perspektif ini, maka banyaknya kasus pernikahan dini yang diawali adanya kehamilan sebelum nikah dapat disebut sebagai tragedi sosial yang perlu mendapat perhatian semua pihak.
Terkait dengan hasil workshop ini, dalam kesempatan rakor Team Kalasan peduli, R. Agung Nugraha, MA, selaku kepala KUA Kecamatan Kalasan mengajak semua pihak untuk meminimalisir kasus pernikahan dini dengan cara lebih memperhatikan anak dan generasi muda. Hal ini memerlukan kebersamaan semua stake holder. Berdasarkan pengamatan, tidak sedikit pernikahan dini yang akhirnya juga berakibat terjadinya perceraian diusia -pernikahan- muda. Dan akhirnya juga berimplikasi sosial yang sangat luas. Keberadaan penyuluh Agama Islam Fungsional maupun Honorer agar dapat dimanfaatkan optimal oleh masyarakat. (ran)
Sementara, masyarakat Indonesia memandang pernikahan merupakan institusi yang hidup di masyarakat, sehingga apabila terjadi hubungan yang tidak "resmi" merupakan problem sosial dan mendapat stigma negatif di masyarakat. Dalam konteks inilah akhirnya orang kemudian mengurus ijin Dispensasi Nikah sehingga muncul data sebagaimana dipaparkan dari dukcapil maupun Pengadilan Agama. Dalam perspektif ini, maka banyaknya kasus pernikahan dini yang diawali adanya kehamilan sebelum nikah dapat disebut sebagai tragedi sosial yang perlu mendapat perhatian semua pihak.
Terkait dengan hasil workshop ini, dalam kesempatan rakor Team Kalasan peduli, R. Agung Nugraha, MA, selaku kepala KUA Kecamatan Kalasan mengajak semua pihak untuk meminimalisir kasus pernikahan dini dengan cara lebih memperhatikan anak dan generasi muda. Hal ini memerlukan kebersamaan semua stake holder. Berdasarkan pengamatan, tidak sedikit pernikahan dini yang akhirnya juga berakibat terjadinya perceraian diusia -pernikahan- muda. Dan akhirnya juga berimplikasi sosial yang sangat luas. Keberadaan penyuluh Agama Islam Fungsional maupun Honorer agar dapat dimanfaatkan optimal oleh masyarakat. (ran)