KUA Kalasan Sosialisasikan UU Perkawinan Berbasis Ponpes
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sudah berusia 43 tahun. Kegiatan sosialisasi Undang-undang Perkawinan pun sudah sering dilaksanakan. Namun, hasilnya belum begitu maksimal. Di tengah-tengah masyarakat, masih saja terjadi peristiwa pernikahan sirri (pernikahan yang tidak dicatatkan), terutama pernikahan sirri poligami. Pernikahan poligaminya pun dilaksanakan tanpa melalui proses sidang pengadilan sebagaimana ketentuan Undang-undang Perkawinan. Begitu juga pernikahan usia dini, masih juga sering terjadi. Padahal Undang-undang Perkawinan sudah memberi batasan minimal usia pernikahan.
Sosialisasi Undang-undang Perkawinan tersebut tidak berhasil maksimal karena hukum yang hidup di masyarakat adalah hukum perkawinan yang tertulis dalam kitab fiqh. Masyarakat lebih memedomani ketentuan fiqh munakahat daripada ketentuan Undang-undang Perkawinan. Oleh karenanya, penyelenggaraan Sosialisasi Undang-undang Perkawinan dengan model pendekatan fiqh sangat urgen dan strategis. Memang secara teoretis, efektifitas pelaksanaan ketentuan suatu Undang-undang ditentukan oleh tiga aspek, yaitu aspek substance of the law, structure of the law, dan aspek culture of the law, demikian sambutan Eko Mardiono, kepala KUA Kecamatan Kalasan, dalam acara Nota Kesepemahaman (MoU) Pembelajaran Fiqh Munakahat Indonesia Berbasis Pondok Pesantren.
KUA Kecamatan Kalasan melaksanakan Nota Kesepemahaman tentang Pembelajaran Fiqh Munakahat Indonesia pada Kamis, 03 Maret 2016 di Pondok Pesantren Irsyadul Anam Kalasan, Selomartani, Sleman. Kegiatan tersebut diikuti oleh para Pengasuh Pondok Pesantren di wilayah kecamatan Kalasan dan sekitarnya. Menurut Eko Mardiono, eksistensi Pondok Pesantren dengan peran ulamanya sebagai culture of the law tentunya mampu menjadikan Undang-undang Perkawinan sebagai ketentuan fiqh yang hidup dan diterima oleh masyarakat. UU Perkawinan itu diajarkan dengan cara dan model pembelajaran fiqh di Pondok Pesantren.
Ketentuan Undang-undang Perkawinan dituangkan dan disampaikan dengan model Ngaji Kitab Kuning (buku berbahasa Arab yang tanpa harakat) sebagaimana model pembelajaran yang selama ini telah berjalan di lingkungan Pondok Pesantren. Kitab Kuning yang dimaksud itu adalah Qoonuun Az-Zawaaj Fi Indonesia. Kitab Kuning itu tidak lain adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang ditulis dengan teks bahasa Arab tanpa harakat. Diharapkan, dengan sosialisasi dengan pendekatan fiqh ini, Undang-undang Perkawinan pun menjadi hidup dan diterima oleh semua lapisan masyarakat sehingga tujuan dibangunnya kehidupan ruamh tangga menjadi tercapai sebagaimana dicitakan diundangkannya Undang-undang Perkawinan dan Syariat Islam itu sendiri. Kegiatan ini ditandai dengan dijadikannya Kitab Qoonuun Az-Zawaaj fi Indonesia sebagai salah satu literatur pembelajaran di Pondok Pesantren.